Kontroversi Sepatu Kickers

Diantara berbagai merek sepatu ternama yang beredar di Indonesia, barangkali merek Kickers adalah satu di antara yang paling dikenal dan menjadi favorit banyak konsumen. Harganya yang tergolong mahal tak menyurutkan masyarakat untuk membeli. Ada harga, ada kualitas. Tentu, Kickers tak sembarang mematok harga selangit bagi ukuran kebanyakan orang Indonesia karena darl sisi daya tahan dan kenyamanan penggunaan Kickers memang rajanya. 

Lembut, ringan dan gesit dipakai di kaki adalah keunggulan merek sepatu hasil kreasi Daniel Raufast di Prancis pada tahun 1970. Tak heran ketika 4 tahun kemudian, Kickers sudah bergema dahysat di 70 negara. ketlka Daniel menjualnya kepada keluarga Zannier di Prancis pada tahun 1988, segera Kickers menjadi primadona perusahaan tersebut karena berhasil merajai pasar sepatu dunia. Grup Pentland dari Inggris, konglomerat berbagai merek temama seperti Lacoste, Speedo, dan Ellese pun kepincut dan akhirnya bermitra dengan grup Zannier. Kickers selalu memberikan kontribusi pendapatan raksasa bagi kelompok usaha mereka. 

Kehebatan merek Kickers pula yang menggerakkan seorang pegawai BUMD bemama Winarto untuk membeli salah satu model dari sepatu tersebut. Winarto barangkali adalah satu dari sekian juta masyarakat Indonesia yang mengakui keunggulan Kickers. Maka di gerai Kickers di Sogo, Jakarta, Winarto memantapkan niat membawa pulang salah satunya pada Desember 2012 lalu. Apalagi ketika itu, merek Kickers sedang memanjakan konsumen dengan diskon hingga 50 persen. Yang seharusnya membayar sekian juta, dengan adanya potongan harga hebat itu, maka Winarto hanya harus membayar kurang dari lima ratus ribu rupiah. "Kapan lagi ada kesempatan cantik seperti ini," pikirnya. 

Tapi ada yang aneh! Tak seperti biasanya, di sepatu idamannya tercantum tulisan 'pig skin lining' alias lapisan dari kulit babi! Ini tak biasa, sebab hampir seluruh sepatu yang ada di Indonesia tak menggunakan bahan baku haram bagi umat muslim itu. Hal ini diamini oleh Ketua Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo), bahwa anggotanya tidak ada satu pun yang memproduksi atau mendistribusikan sepatu berbahan baku kulit babi. Nah, ternyata keraguan Winarto seolah terjawab dengan adanya label 'Halal' dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) tertempel di sepatu. Walaupun sebenarnya ini aneh juga, karena biasanya pencantuman halal adalah untuk barang konsumsi dan bukan produk non konsumsi seperti sepatu. Dari kejadian inilah kemudian masalah meledak di masyarakat, khususnya muslim yang merasa dibohongi oleh distributor Kickers, PT. Mahkota Patriedo Indoperkasa.

Rekan Winarto rupanya mengadukan temuan sepatu kulit babi itu ke MUI, karena meragukan label halal yang tercantum di sana. Di satu sisi dikatakan berbahan baku babi, tapi di sisi yang lain dicantumkan halal. 

Benar saja, MUI pun berang dan menyurati distributor untuk mencopot label halal milik MUI dan segera menarik seluruh sepatu Kickers berbahan kulit babi. Perusahaan tentu tak tinggal diam karena sadar bahwa produk jualannya sudah meresahkan seluruh umat muslim di Indonesia. Melalui penjelasan pengacara, perusahaan membela diri bahwa mereka sudah berkonsultasi dengan MUI mengenai pencantuman pig skin lining dan memohon agar label halal juga bisa digunakan untuk produk non-konsumtif. Argumentasinya adalah, inisiatif itu adalah untuk melindungi konsumen muslim Indonesia. 

Menurut pengacara, MUI mengapresiasi niat baik tersebut dalam bentuk surat bertanggal 30 Oktober 2012. Masalahnya, pihak perusahaan salah dalam meletakkan logo MUI menjadi label halal yang semata-mata akibat ketidaktahuan. 

Anehnya, pihak MUI yang diwakili oleh Direktur LPPOM MUI, Lukmanul Hakim, sebelumnya justru membantah memberikan rekomendasi apa pun kepada Kickers, bahkan menyatakan tak pernah berhubungan dengan mereka. MUI pun menyurati dan meminta pencopotan label halal dan menarik seluruh produk sepatu kulit babi. 

Atas dasar itulah Winarto segera membuat laporan polisi ke Polda Metro Jaya atas dasar tuduhan penipuan yang dilakukan Kickers sesuai dengan UU Perlindungan Konsumen. Gugatan ini juga didukung oleh Ketua Aprisindo untuk memberikan sanksi atas kecerobohan Kickers. Manajemen, melalui pengacaranya, pun meminta maaf dan sudah menarik seluruh sepatu berbahan kulit babi.

Memang kenapa bahan sepatu dari kulit babi? Kan orang nggak makan sepatu? 

Jumhur ulama (sebagian besar ulama) termasuk penjelasan yang disampaikan MUI dapat menjawab keraguan masyarakat atas halal tidaknya pemanfaatan kulit binatang najis seperti babi dan anjing. Hewan yang hukum asalnya najis, maka keharamannya bersifat mutlak. Ketika hidup najis, maka matinya pun najis. Sehingga tidak boleh ada intifa atau pemanfaatan seluruh bagian tubuhnya, termasuk kulit meskipun sudah disamak. Proses penyamakan sendiri haruslah memenuhi kaidah syar'i. Sementara, Kickers yang dijual di Indonesia, difabrikasi di Cina, yang notabene adalah non-muslim.

Situs resmi Kickers, http://help.kickers.co.uk juga secara jelas menyebutkan bahwa lapisan kulit dalam sepatu mereka sebagian besar terbuat dari kulit babi, meskipun pihak distributor di Indonesia mengatakan bahwa tidak semua sepatu mereka mengandung babi. 

Penggunaan kulit babi sendiri sebenarnya sangat lumrah digunakan pada banyak merek sepatu ternama. Kabamya, merek Hush Pupples, Clark, Puma, Next, dan banyak pula yang menggunakan kulit babi. Alasanya, tentu karena lebih murah dan memiliki tekstur lembut yang nyaman digunakan dibandingkan kulit binatang lain. Cirinya, lembut dan memiliki pori-pori seperti bekas tusukan jarum berjumlah tiga saling berdekatan. 

Maka banyak pihak, khususnya umat muslim, meragukan bahwa tindakan Kickers menjual sepatu berbahan kulit babi, apalagi dengan embel-embel halal, tidak sekadar kecerobohan, namun ada unsur kesengajaan dengan motif-motif tertentu. Tak heran gugatan ke Polda Metro bukan mengenai kelalaian, tetapi penipuan sesuai pasal 8 (ayat 1) juncto pasal 61 (ayat 1) UU No. 8 Tahun 1999 Perlindungan Konsumen. Penipuan tentu ada unsur kesengajaan bukan? 

BACA JUGA : Misteri Lemari Besi Kerajaan Siak

Post a Comment

أحدث أقدم