Bisnis Florikultura Bermekaran

Banyak di antara kita mungkin asing dengan istilah florikultura. Namun mendengar tanaman hias, kita langsung akrab mengenalinya atau muugkin penyuka berbagai jenis tanaman dan memeliharanya di halaman rumah. 

Bagi penggemar tanaman hias, tentu wajib hukumnya mengikuti berbagai perkembangan tren tanaman yang berkembang. Masih segar di ingatan kita, sekitar satu dekade silam kala tanaman hias jenis anthurium meroket harganya dipasaran. 

Entah diyakini memiliki power mendatangkan rejeki atau kekuatan mistis lainnya, harga tanaman jenis itu tergolong tak masuk akal, mencapai puluhan hingga ratusan juta rupiah. 

Tanpa dikomando, serempak masyarakat latah memelihara anthurium di rumahnya. Mereka pun berharap rejeki mendatangi kediamannya dengan berbagai cara, kala memelihara tanaman jenis tersebut. 

Rupanya daya tahan anthurium tak berlangsung lama. Tak jauh setelah menjadi buah bibir, harga anthurium anjlok. Banyak pemodal yang awalnya berharap berkah dari bisnis ini tiba-tiba terpelanting rugi. 

Menurut Humas Asosiasi Bunga Indonesia (Asbindo) Damayani Sabini, ketidaktahuan masyarakat dalam mengembangkan bisnis florikultura menjadi satu penyebab banyak masyarakat yang terkecoh dengan perkembangan anthurium saat itu. 

Masyarakat tak banyak mengetahui seluk beluk bisnis tanama hias, tiba-tiba berduyun-duyun mengikuti perkembangan tren karena tergiur harganya. 

Rosana menyatakan bisnis tanaman hias ini tak sedikit yang diawali sekadar iseng. "Orang punya lahan, lalu coba-coba tanam ini tanam itu kok berkembang. Banyak peminatnya, akhirnya jadi usaha," ujarnya kepada Bisnis, belum lama ini. 

Jika diukur dari sisi kebutuhan pasar ataupun potensinya, bisnis tanaman hias ini tergolong cukup menjanjikan. 

Mendunia 

Berdasarkan data, lalu lintas transaksi bisnis tanaman hias dunia pada 2010 mencapai US$90 miliar. Negara-negara seperti Belanda dan Brasil, menjadi pendulang keuntungan terbesar dari bisnis ini.

Kecuali Brasil yang memiliki kekayaan flora, kalau dirunut dari sejarahnya tak sedikit tanaman hias di Negeri Kincir Angin yang banyak berasal dari Indonesia. Indonesia ini kekayaan plasma nutfah-nya sangat luar biasa. Tapi bisnis ini belum berkembang optimal. 

Kendalanya, Rosana kembali menegaskan pola bisnis yang dibangun pengusaha tanaman hias kebanyakan tak lebih dari sekadar hobi. Jika usaha tersebut besar, lantas para pengusaha ini gencar melakukan promosi dan turut dalam berbagai kegiatan pameran, mereka pun kerap kali terkendala memenuhi permintaan. 

"Karena skala usaha yang berangkat dari hobi, setiap kali ada permintaan dalam jumlah besar mereka tak bisa penuhi. Padahal permintaan dari negara luar, khususnya Timur Tengah sangat besar," tuturnya.

Oleh sebab itu, Asbindo dalam kerangka organisasinya mencoba menata kembali bisnis tanaman hias dan memetakan potensi serta keanggotaannya. 

Salah satu yang akan digarap yakni melakukan kegiatan pen-didikan dan pelatihan bagi seluruh masyarakat yang berminat untuk menggeluti bisnis tanaman hias. 

"Sekarang apa yang bisa kita lakukan ya memberikan informasi kepada masyarakat mengenai pengelolaan bisnis tanaman hias yang benar. Jangan sampai kasus anthurium terulang lagi," paparnya. 

Sebagai gambaran, Damayani mencontohkan dalam 1 hektar lahan yang dimiliki pengusaha tanaman hias dapat memberi keuntungan hingga ratusan juta rupiah dengan memanfaatkan kekayaan yang dimiliki alam Indonesia. 

"Banyak tanaman hias dari kita yang harga jualnya di luar negeri sangat tinggi. Informasi-informasi seperti ini yang coba kita buka dan berikan kepada pebisnis, agar mereka juga berdaya dan memperoleh keuntungan dari bisnis ini," paparnya (Stefanus Arief Setiaji).

Post a Comment

أحدث أقدم